REMAJA HARUS LABIL? EMANG BENER YA?
Manusia dalam kehidupannya mengalami beberapa fase. Setidaknya, ada lima fase penting dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Fase tersebut ialah fase bayi, fase anak-anak, fase remaja, fase dewasa dan fase lanjut usia.
Pada setiap fase manusia mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan-perubahan yang terjadi, ada yang dapat dilihat dengan kasat mata ada pula yang tak bisa kita lihat. Ada yang dapat diukur dengan ukuran-ukuran tertentu, adapula yang tak dapat diukur sebab tidak ada alat ukurnya.
Dari lima fase tersebut, penulis hendak sedikit beropini mengenai salah satu fase yang dianggap menjadi fase paling serius sebab, merupakan fase peralihan yang menjembatani dari fase anak-anak menuju fase dewasa. Fase tersebut ialah fase remaja. Ketika pembaca mendengar kata remaja apa yang pertama kali terbesit dalam pikiran pembaca? Masa yang menegangkan sebab luapan emosi yang sulit dikendalikan? Masa dimana kita larut dalam buaian cerita-cerita cinta pertama? Masa dimana kita mencari jati diri sebagai turunan Adam yang sempurna? Atau mungkin masa dimana kita dipenuhi kelabilan ketika hendak menentukan pilihan dan keputusan? Bicara soal remaja memang tidak ada habisnya.
Dari sekian banyak pandangan tentang suasana fase remaja nampaknya masa yang dipenuhi kelabilan yang menjadi pandangan umum di masyarakat tentang masa remaja. Labil tentang ini dan itu, mencari ini dan itu, mencoba ini dan itu. Namun apa benar fase remaja merupakan fase seperti itu? Apa benar pandangan yang selama ini beredar di masyarakat? Atau pandangan itu sengaja disetting oleh pihak-pihak tertentu untuk menanamkan pemahaman bahwa remaja itu ya begini adanya. Kemudian pandangan itu menjadi pandangan umum yang disetujui masyarakat luas.
Lalu kenapa? Memang ada dampaknya? Tentu ada. Ketika pemahaman orang tua atau guru di sekolah bahkan masyarakat luas memandang bahwa kelabilan memang sifat alami remaja maka tatkala mereka berbuat kesalahan yang melanggar syari’at akan dianggap suatu kewajaran. “Ya wajarlah, namanya juga ABG” kalimat seperti itu mungkin banyak kita jumpai dalam kehidupan hari ini.
Bahkan, bukan hanya cara pandang masyarakat yang nampak keliru. Pandangan remaja itu sendiri tatkala merasa bahwa “Ya kan aku ini ABG wajarlah begini wajarlah begitu” akan berefek dalam kehidupannya. Bisa saja ia kemudian mencoba hal-hal yang jelas sebuah pelanggaran baik yang bersifat normatif keagamaan maupun normatif kemasyarakatan. Lebih parah lagi masa remaja yang dipenuhi berbagai potensi yang menjanjikan ini malah dihabiskan dalam kelalaian dan kemalasan. Enggan mengembangkan potensi diri, malas untuk memberi kontribusi. “Namanya juga ABG”
Lalu bagaimana pandangan al-Qur’an dalam fase pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia? Salah satu ayat yang menjelaskan tentang fase hidup manusia ialah Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 54 :
۞ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعۡفٖ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعۡدِ ضَعۡفٖ قُوَّةٗ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعۡدِ قُوَّةٖ ضَعۡفٗا وَشَيۡبَةٗۚ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menjelaskan ayat ini menulis,
“Kemudian ia keluar dari rahim ibunya, lemah, kurus, dan tak berdaya. Kemudian ia tumbuh sedikit demi sedikit sampai ia menjadi seorang anak, lalu ia mencapai usia baligh, dan setelahnya menjadi seorang pemuda, yang merupakan kekuatan setelah kelemahan. Kemudian ia mulai menjadi tua, mencapai usia paruh baya, lantas menjadi tua dan uzur, kelemahan setelah kekuatan, maka ia kehilangan ketetapan hati, tenaga untuk bergerak, serta kemampuan berperang, rambutnya menjadi kelabu dan sifat-sifatnya, zahir dan batin, mulai berubah.”
Dari ayat di atas serta penjelasan tafsirnya kita dapat ambil beberapa point penting. Pertama, fase anak-anak diakhiri dengan masa baligh. Setelah baligh manusia masuk pada masa remaja atau pemuda. Kedua, masa pemuda adalah masa dimana manusia berada pada puncak kematangan baik secara fisik maupun psikis. Maka, rasanya salah ketika memaknai masa remaja sebagai masa yang penuh kelabilan.
Bercermin dari sejarah dapat kita lihat bagaimana para pemuda memegang tanggung jawab besar dengan kemampuan yang mumpuni. Contohnya seperti Ali bin Abi Thalib yang dengan lantang memilih untuk berislam meskipun ayahnya tidak. Ada Ibnu Abbas dan Ibnu Umar yang memiliki kecerdasan luar biasa meski di usia muda, begitupun Anas bin Malik. Pada periode selanjutnya dapat kita lihat Muhammad Alfatih yang pada usia muda mampu menaklukan Konstantinopel. Mereka adalah pemuda yang luar biasa. Jauh dari stempel ‘labil’ hari ini. Meskipun pada usia yang terbilang muda bahkan belasan tahun mereka sudah menunjukan kemantapan mereka yang dalam Surah Ar-Rum di atas labeli dengan lafads “Quwwatin”.
- REMAJA HARUS LABIL? EMANG BENER YA? - 29/12/2019