Webinar BKKBN Series: Masuki New Normal, BKKBN Keluarkan Tiga Kebijakan Baru
Babak penormalan baru (new normal) sudah barang tentu membawa perubahan bagi program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) di Indonesia. Apa saja yang berubah? Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menguraikan jawaban tersebut dalam webinar atau seminar daring yang berlangsung siang hingga sore kemarin, 4 Juni 2020. Berbicara langsung dari ruang kerjanya di kantor pusat BKKBN, Hasto menegaskan kenormalan baru berarti cara baru, tidak bisa lagi sama seperti sebelum terjadinya pandemi covid-19.
Selain Hasto, webinar yang digagas Perwakilan BKKBN Jawa Barat dan Warta Kencana ini menghadirkan narasumber Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil dan Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Jawa Barat Ferry Hadiyanto. Webinar dihadiri 300-an peserta melalui aplikasi Zoom dan ratusan lainnya mengikuti jalannya webinar melalui live streaming Youtube pada channel BKKBN Jawa Barat. Partisipan berasal dari pengelola program Bangga Kencana di Indonesia, para kepala organisasi perangkat daerah yang membidangi Bangga Kencana (OPD KB) di kabupaten dan kota se-Jawa Barat, dan para Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat. Penyiar Hardrock FM Bandung sekaligus public speaker Vivie Novidia sukses memandu jalannya diskusi secara hangat dan interaktif.
“New normal secara sederhana dan itu dilakukan sekarang adalah tetap sukses melakukan pelayanan dan menjalankan program (Bangga Kencana) yang aman dari covid-19. Secara konseptual atau berpikir besarnya adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia atau masyarakat untuk kepentingan branding power equity Indonesia di mata dunia. Tentunya berdasarkan kemandirian dan gotong royong. Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebersihan, keselamatan, dan keamanan warga negara,” terang Hasto.
Secara kelembagaan, BKKBN mengubah kebijakan untuk menyesuaikan dengan penormalan baru tersebut. Pertama, BKKBN menggerakkan para penyuluh keluarga berencana (PKB) untuk sepenuhnya membantu pelayanan. Termasuk di antaranya adalah mendistribusikan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) untuk digunakan di fasilitas kesehatan (Faskes). Ini berbeda dengan sebelumnya yang menitikberatkan tugas PKB kepada tugas-tugas komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) atau penyuluhan.
“Perubahan ini menjadi suatu keniscayaan. Indonesia memiliki banyak remote area yang sulit dijangkau. Kalau mengandalkan jalur normatif, disribusi alokon itu bisa telat. Akhirnya di desa-desa stock out. Ini yang berbahaya bagi kelangsungan peserta KB,” kata Hasto.
“Zaman dulu, pada masa Orde Baru, ada pos KB desa. Salah satu tugasnya mengantarkan alokon kepada akseptor. Kemudian muncul larangan untuk menyimpan alokon di desa. Ketentuan menyimpan obat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Pos KB desa sudah tidak diperbolehkan (menyimpan alokon). Dalam kondisi pandemi dan new normal ini, maksud saya, PKB-nya bolehlah membawa obat atas request faskes atau bidan-bidan,” tambah Hasto.
Perubahan kedua, BKKBN akan mendistribusikan alokon kepada faskes-faskes swasta. Ini berbeda dari kondisi sebelum pandemi covid-19 yang hanya mendistribusikan alokon untuk faskes pemerintah seperti puskesmas dan rumah sakit atau klinik-klinik milik pemerintah. Dengan catatan, distribusi kepada faskes swasta tersebut tetap tercatat di BKKBN.
Ketiga, BKKBN mengubah menu belanja pada dana alokasi khusus (DAK) yang diberikan kepada kabupaten dan kota. Bila sebelumnya DAK banyak diperuntukkan untuk pertemuan-pertemuan di tingkat masyarakat, kini tidak lagi. BKKBN menghendaki gelontoran duit tersebut digunakan untuk menggerakkan pelayanan.
“Jadi, nanti dana yang besar di DAK ke kabupaten-kabupaten ini, yang biasanya untuk pertemuan-pertemuan itu, kita ubah. Pada masa new normal ini pertemuan sulit dilakukan, tidak bisa. Dulu anggaran itu mayoritas untuk petemuan. (Pandemi covid-19) ini yang kemudian ada berkahnya juga. Anggaran-anggaran pertemuan itu bisa kita coret semua. Kita alihkan untuk pelayanan,” kata Hasto.
Hasto bercerita punya pengalaman menarik terkait pertemuan-pertemuan di masyarakat. Tujuh tahun menjadi Bupati Kulonprogo di Daerah Istimewa Yogyakarta, Hasto menemukan pola pertemuan yang disebutnya “itu-itu saja”. Menurutnya, pertemuan kader pos pelayanan terpadu (Posyandu), minilokakarya pos KB desa, pertemuan kampung KB itu, dan lain-lain kerap dihadiri orang yang sama.
“Orang itu-itu lagi. Tandatangannya saja yang berubah-ubah, kolomnya yang berubah-ubah. Pokoknya cingcai lah. Makanya itu yang saya ubah. Anggaran DAK kami ubah,” tandas Hasto.
Secara teknis, sambung Hasto, kebijakan teknis BKKBN dalam pelayanan Bangga Kencana adalah memastikan untuk senantiasa mengikuti protokol kesehatan dalam setiap pelayanan kepada masyarakat. Beberapa di antaranya adalah pembagian alat pelindung diri (APD) dan sarung tangan medis (handscoon) kepada bidan-bidan praktik. Jika sebelumnya handscoon yang digunakan oleh bidan yang memberikan pelayanan susuk KB atau alias implan, kini pelayanan suntik juga menggunakan handscoon.