BKKBNNEWS & EVENT

Bonus Demografi Butuh Mitigasi Pascapandemi Covid-19, Remaja Perlu Ikut Andil


Loading

Situasi pandemi covid-19 menjadi tantangan baru bagi Jawa Barat yang saat ini sudah memulai periode bonus demografi. Pandemi bukan hanya berdampak pada sektor kesehatan, melainkan turut melahirkan krisis sosial-ekonomi keluarga. Butuh mitigasi krisis untuk mempertahankan momentum bonus tersebut. Turut menjadi bagian dari mitigasi tersebut adalah upaya pendewasaan usia perkawinan secara terus-menerus dan menunda kehamilan bagi keluarga-keluarga muda di Jawa Barat.

Demikian salah satu simpulan webinar Hari Kependudukan Sedunia 2020 yang digelar Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat bekerjasama dengan Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Jawa Barat dan Universitas Padjadjaran (Unpad) pada Sabtu, 11 Juli 2020. Webinar menghadirkan narasumber Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Rektor Unpad Rina Indiastuti, Ketua Dewan Profesor Unpad Sutyastie Soemitro Remi, Produser Eksekutif Kompas TV Abie Besman, dan tokoh remaja Jawa Barat Putri Gayatri.

Hasto Wardoyo yang menyapa langsung ribuan peserta dari ruang bedah sebuah rumah sakit berpesan agar para remaja perempuan memberikan perhatian khusus pada upaya pendewasaan usia perkawinan. Penting bagi remaja Indonesia untuk mempersiapkan usia perkawinan secara matang, baik secara usia maupun ekonomi. Sementara bagi keluarga muda, Hasto berpesan untuk menunda kehamilan selama pandemi covid-19.

“Remaja kita harus dipersiapkan dengan baik sebelum memasuki jenjang pernikahan. Bukan hanya mempersiapkan prewedding, tapi bagaimana kita mempersiapkan kesehatan. Jangan sampai prewedding yang biasanya membutuhkan banyak uang kita siapkan, tapi vitamin yang murah tidak dibeli,” kata Hasto yang saat menyampaikan paparan masih mengenakan seragam bedah.

Dokter kandungan dan kebidanan ini mengingatkan pubertas bukan menandai kesiapan organ reproduksi. Pada masa tersebut, seorang remaja masih terus mengalami pertumbuhan organ tubuh. Aktivitas seksual yang dilakukan pada usia remaja berbahaya bagi kesehatan remaja itu sendiri. Apalagi jika sampai terjadi kehamilan dan persalinan.

“Hubungan seksual yang dilakukan pada usia 15 tahun berisiko kanker mulut rahim. Dan, seorang ibu hamil itu dia berbagi kalsium dengan bayinya. Karena itu, tulang remaja yang masih membutuhkan pertumbuhan, masih proses menjadi lebih kuat dan keras, harus dibagi dengan bayinya. Jangan heran ketika memasuki menopouse nanti langsung bungkuk karena tulang-tulangnya tidak memiliki kekuatan untuk menyangga tubuh,” terang Hasto.

“Perlu diketahui juga bahwa lebar panggul pada perempuan akan mencapai ukuran ideal pada usia 20-21 tahun. Pada usia tersebut lebar panggul mencapai 10 centimeter. Sementara lebar kepala bayi itu antara 9,7-9,8 centimeter. Jika perempuan nelahirkan sebelum lebar panggul ideal, maka kepala bayi akan mengalami tekanan pada tulang panggul. Ini bisa mengakibatkan kematian bayi maupun kematian ibunya,” Hasto menambahkan.

Atas pertimbangan tersebut, sambung Hasto, BKKBN terus melakukan kampanye penundaan usia perkawinan. Rebranding yang dilakukan BKKBN sejak awal tahun ini pada dasarnya merupakan upaya mendekatkan program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) kepada kalangan muda. BKKBN menyebutnya sebagai cara baru untuk generasi baru.

“BKKBN siap menjadi sahabat remaja, sahabat keluarga, mendampingi keluarga-keluarga muda,” mantan Bupati Kulonprogo periode 2012-2019 tersebut menandaskan.

Terkait tema Hari Kependudukan Sedunia 2020, Hasto mengungkapkan, dunia memberikan perhatian lebih kepada hak perempuan dan anak perempuan. Tema ini tidak lepas dari situasi pandemi Covid-19 yang mengakibatkan terganggunya pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. Kondisi ini mengancam derajat kesehatan perempuan.

“Setiap tahun menyelenggarakan kegiatan untuk memperingati Hari Kependudukan yang diperingati setiap 11 Juli, dengan tema berbeda-beda. Pada 2020, tema yang diangkat adalah ‘Dampak Covid-19 terhadap Keluarga Berencana, Kesehatan Ibu, dan Kekerasan Berbasis Gender’. Hal ini sejalan dengan United Nations Population Fund (UNFPA) yang mengangkat tema ‘Menghentikan Covid-19: Bagaimana Menjaga Kesehatan dan Hak Perempuan dan Anak Perempuan’. Tujuan dari tema ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang kebutuhan kesehatan reproduksi dan adanya kerentanan bagi perempuan selama pandemi Covid-19,” papar Hasto.

Dalam laporan sekaligus ucapan selamat datangnya sebagai tuan rumah, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana mengungkapkan, situasi kependudukan Jawa Barat perlu mendapatkan perhatian serius para pemangku kepentingan. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia sekaligus tetangga ibu kota, Jawa Barat memiliki peran strategis dalam pembangunan di Indonesia.

“Sesuai proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Jawa Barat akan mencapai jumlah 50 juta pada tahun ini atau awal tahun depan. Ini patut mendapat perhatian serius mengingat wajah kependudukan nasional akan sangat dipengaruhi kependudukan Jawa Barat. Baik-buruknya kependudukan nasional akan sangat bergantung kepada Jawa Barat,” kata Kusmana.

Situasi terkini kependudukan Jawa Barat, sambung Kusmana, sampai saat ini masih diwarnai laju pertumbuhan tinggi, jumlah usia muda yang tinggi, dan angka perkawinan muda yang juga tinggi. Pada saat yang sama, angka kematian bayi dan angka kematian ibu juga masih tinggi. Belum lagi rata-rata lama sekolah yang masih berkutat pada angka delapan tahun. Artinya, rata-rata penduduk Jawa Barat hanya mengenyam pendidikan kelas 2-3 SMP.

“Bonus demografi hanya bisa dipetik jika sumber daya manusia kita berkualitas. Karena itu, menjadi tugas kita untuk bersama-sama meningkatkan kualitas pendidikan di Jawa Barat. Kualitas remaja-remaja Jawa Barat harus terus kita tingkatkan,” tandas Kusmana.

Mitigasi Risiko Kependudukan

Sementara itu, Rektor Unpad Rina Indiastuti menegaskan pentingnya mitigasi kependudukan untuk memaksimalkan potensi bonus demografi Jawa Barat. Mitigasi menjadi sangat penting di tengah situasi pandemi maupun pascapandemi. Perempuan dan remaja perempuan Jawa Barat perlu untuk mendapat pemahaman memadai tentang mitigasi risiko risiko pascapandemi covid-19.

“Apa yang kita bicarakan sangat penting dan terkait langsung dengan pandemi Covid-19. Covid-19 membawa kita pada tatanan baru, karena itu perubahan sudah seyogyanya dilakukan. Covid-19 melahirkan krisis kesehatan. Tentu berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi. Mari kita lihat, hari-hari ini yang mereka alami. Remaja tidak boleh ke kampus, tidak sekolah, diam di rumah, dan seterusnya,” kata Rina.

Dengan masih terus bertambahnya kasus Covid-19, Rina mengingatkan bahwa adaptasi terhadap pandemi masih panjang. Dampaknya bukan hanya pada kesehatan, melainkan pada sosial-ekonomi remaja dan keluarga. Di masa pandemi ini, sambung Rina, mencari cari kerja menjadi lebih susah, mobilitas menjadi sangat terbatas, kehidupan ekonomi sudah pasti terganggu. Kalau sudah begitu, ada dimensi baru dalam mencegah pernikahan muda.

Meski begitu, Rina mengajak remaja untuk terus membangun optimisme. Terus menempa diri dengan pengetahuan dan terus melakukan terobosan atau inovasi. Remaja perlu diyakinkan bahwa mereka memiliki masa depan lebih baik. Untuk mencapainya, orang tua dan pihak-pihak terkait perlu memborbardir dengan pengetahun dan semanat. Juga mendorong untuk terus berkolaborasi.

“Yang ingin saya soroti, pemerintah udah berbuat banyak hal. Namun, kita tidak bisa menolak bahwa kaum wanita banyak yang goyang. Goyang karena ibu-ibu di Jabar banyak menjadi pekerja informal. Pendapatannya berkurang selama pandemi. Ini berakibat pada kesehatan mental hingga reproduksi, maka problem makin kompleks. Bukan hanya remaja, tapi juga ibu muda. Sebagian mereka dihantui kecemasan,” papar Rina.

Penelitian yang dilakukan Unpad menunjukkan sebagian besar keluarga mengalami gangguan. Remaja dan kaum ibu tergangu karena kecemasan yang muncul selama pandemi. Karena itu, sebaiknya kehamilan ditunda hingga pandemi benar-benar berakhir.

“Kecemasan dan ketakutan berisiko pada bayi. Dia akan wewarisi stres ibunya. Bayi yang lahir menjadi bayi yang stres. Penting untuk kita sikapi dengan tepat,” tambah Rina.

Di bagian lain, Ketua Dewan Profesor Unpad Sutyastie Soemitro Remi mengungkapkan kependudukan, kesehatan, dan ketahanan keluarga menjadi bagian penting dari strategi optimasi bonus demografi. Hal itu dilakukan dengan perluasan dan peningkatan kualitas peserta keluarga berencana (KB), peningkatan pelayanan puskesmas, peningkatan peran lembaga terkait, dan menjaga kesehatan ibu dan anak sejak dalam kandungan.

“Agar bonus demografi optimal perlu sinkronisasi dan sinergi kelembagaan yang terkait dan pemangku kepentingan. Bonus demografi merupakan kesempatan dan tantangan yang perlu dikelola dengan baik agar tidak jadi musibah. Dan, perlu strategi optimasi spesifik mengingat kondisi keunikan SDM antardaerah,” papar Sutyastie.(*)

infiniteens.id

Youth Digital Literacy

Open chat
1
Hi Teens ....
Can We Help You?