BKKBNI-TEEN LITERATOUR OF THE WEEKNEWS & EVENT

Sekolah Siaga Kependudukan: Stop Bullying dan Perkawinan Anak


Loading

Sekolah sekarang nggak cuma tempat buat belajar matematika atau bahasa Inggris. Lewat program Sekolah Siaga Kependudukan alias SSK, sekolah bisa jadi ruang aman yang ngasih edukasi penting tentang kehidupan, mulai dari bahaya bullying sampai risiko nikah di usia anak. Tapi sayangnya, belum banyak sekolah di Jawa Barat yang punya program ini. Total baru ada 212 SSK di Jabar—146 SMP dan 66 SMA. Bahkan, ada lima kabupaten/kota yang belum punya SSK sama sekali.

“Perlu banget penguatan pendidikan karakter dan literasi kependudukan di sekolah lewat SSK. Program ini masuk ke pelajaran dan ekstrakurikuler juga, jadi bisa nyatu sama keseharian siswa,” jelas Siska Gerfianti, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat, dalam Rapat Koordinasi SSK di Aula Dewi Sartika, Dinas Pendidikan Jabar, Selasa (29/4/2025).

Siska yang saat itu mewakili Sekda Jabar Herman Suryatman, menekankan bahwa SSK punya peran penting. Bukan cuma tempat belajar, tapi juga jadi tempat ngebentuk kesadaran soal hidup sehat, pentingnya rencana masa depan, dan relasi sosial yang sehat di kalangan remaja.

“Rapat ini adalah bentuk nyata komitmen Pemprov Jabar dalam merespons isu-isu besar kayak pernikahan anak dan bullying. Harapannya, program ini bisa dorong lahirnya kebijakan yang kuat dan dukungan dari banyak sektor buat bikin sekolah yang aman, inklusif, dan ramah anak,” tambahnya.

Siska juga buka mata kita semua soal besarnya potensi SDM Jabar. Anak-anak muda di bawah umur 19 tahun di Jabar itu jumlahnya lebih dari 15 juta jiwa—alias sekitar 30,97 persen dari total penduduk. Artinya, satu dari tiga warga Jabar itu masih anak-anak dan remaja. Potensi gede ini bisa jadi kekuatan besar, asal kita bisa jaga dan optimalkan hak-hak mereka.

Tapi, semua potensi itu bisa buyar kalau mereka nikah terlalu muda. Siska ngasih warning soal risiko nikah di usia anak: mulai dari putus sekolah, terbatasnya akses kerja, sampai masalah kesehatan serius kayak komplikasi kehamilan, bayi lahir dengan berat rendah, stunting, bahkan risiko kematian ibu dan bayi karena kurangnya pemahaman soal gizi dan pola asuh.

“Walau udah menurun, angka perkawinan anak di Jabar masih tinggi. Data BPS tahun 2024 nunjukkin kalau prevalensi perkawinan anak masih 5,78 persen. Belum lagi, Pengadilan Tinggi Agama Bandung mencatat ada 3.631 kasus dispensasi kawin yang dikabulkan tahun lalu,” ujar Siska.

“Itu baru yang resmi minta dispensasi. Kenyataannya, masih banyak yang nikah siri atau diam-diam,” katanya prihatin.

Masalah lain yang juga serius: bullying. Nggak bisa dianggap sepele, karena efeknya bukan cuma bikin sakit hati, tapi bisa ganggu mental, bahkan memicu keinginan bunuh diri.

“Korban bullying bisa ngalamin kecemasan, stres, depresi, sampai menurunnya prestasi. Bahkan ada yang akhirnya milih nikah muda biar ‘kabur’ dari tekanan sosial atau cari validasi. Padahal, solusi itu malah nambah masalah baru,” kata Siska lagi.

Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) juga nyatain hal yang bikin miris. Sepanjang 2024, ada 1.971 kasus kekerasan terhadap anak di Jabar, dengan total korban 2.259 anak. Dari angka itu, 280 kasus kejadian bullying terjadi di lingkungan sekolah.

Makanya, kata Siska, masalah bullying dan nikah dini harus ditangani bareng-bareng, dari banyak sisi. Kalau enggak, dampaknya bisa ke mana-mana—pendidikan terganggu, mental dan fisik nggak sehat, sampai ke ekonomi dan masa depan SDM Jabar.

“Sekolah harus jadi ruang aman buat anak-anak tumbuh, bukan tempat yang bikin trauma. Perlu kerja sama semua pihak, dan dunia pendidikan adalah garda terdepan buat ubah mindset dan perilaku anak-anak muda kita,” tegasnya.

Udah ada sekolah SSK di sekolah mu?

infiniteens.id

Youth Digital Literacy