KETIKA NOVEL “BUMI MANUSIA” DIFILMKAN
Dua novel maha karya dari buah pemikiran dan rasa Pramoedya Ananta Toer sedang memprovokasi penonton layar bioskop tanah air. Falcon Pictures sebagai rumah produksi mengadaptasi cerita novel “Bumi Manusia” dan “Perburuan” dengan menggaet dua sutradara ternama yang berbeda. Beraninya, dua film ini tayang perdana pada hari yang sama. Film “Bumi Manusia” sendiri disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang sudah beberapa kali menangani film-film dengan genre sejarah, seperti “Kartini”, “Soekarno”, “Sang Pencerah” dan beberapa film lainnya.
Untuk membuat film ini Hanung mengaku melakukan riset terlebih dahulu untuk novel “Bumi Manusia” yang berlatar era Indonesia masa kolonial Belanda sekitar Tahun 1920an. Dengan menggaet Iqbal Ramadhan yang berperan sebagai Minke menunjukkan bahwa film ini berupaya menggaet kalangan milenial yang sedang banyak mengidolakan sosok Iqbal. Antusiasme menonton film ini terlihat cukup tinggi di hari pertama penanyangannya.
Bagi yang pernah membaca novelnya tentu sudah tahu cerita Bumi Manusia ini sampai akhir. Bagi yang belum pernah baca novelnya, Bumi Manusia adalah kisah dua anak manusia yang meramu cinta di atas pentas pergelutan tanah kolonial awal abad 20. Inilah kisah Minke dan Annelies. Cinta yang hadir di hati Minke untuk Annelies, membuatnya mengalami pergulatan batin tak berkesudahan. Dia, pemuda pribumi, Jawa totok. Sementara Annelies, gadis Indo Belanda anak seorang Nyai. Bapak Minke yang baru saja diangkat jadi Bupati, tak pernah setuju Minke dekat dengankeluarga Nyai, sebab posisi Nyai di masa itu dianggap sama rendah dengan binatang peliharaan (sumber: sinopsis film)
Untuk para pembaca novelnya tentu memiliki filmnya tersendiri sebelum melihat film yang banyak dibintangi artis muda layar kaya. Tanggapannya pun satu dengan yang lainnya akan berbeda. Dengan durasi 3 jam sama seperti Film Avenger End Game. Durasi tersebut sangat wajar karena untuk memvisualisasikan 535 halaman novelnya.
Film ini menyuguhkan sejarah dengan pengemasan yang cukup mudah dipahami. Setidaknya dengan menonton film ini kita akan tahu sejarah hukum yang diterapkan di Indonesia, sejarah perjuangan melawan penjajah yang memperbudak pribumi, sejarah bangkitnya umat Islam untuk melawan penjajah.
Selain sejarah, film ini menyuguhkan magisnya sebuah tulisan yang bisa memberontak di aras pemikiran pribumi yang teraniaya, dan tentunya akan menumbuhkan cinta pada negeri ibu pertiwi yang sedang bersusah hati. Ada pula pelajaran bahwa manusia beradab bisa saja lahir dari rahim yang biadab. Perempuan kudu pintar agar berdaya dan berguna bagi diri, keluarga, dan negara. Seorang yang dibully habis-habisan nyatanya sungguh mempesona.
Dan baru dalam sejarah perfilman Indonesia, film yang menggerakkan semua penonton dari detik pertama penanyangannya untuk mencintai negeri. Dan semua penonton pun tentu akan larut terbawa alunannya. Mengapa bisa begitu? silahkan tonton saja film “Bumi Manusia” di bioskop terdekat.
Film ini dilabeli film Dewasa, jadi bagi yang belum 17 Tahun ke atas (bagi yang mau nonton film ini) harap berpikir dewasa saja bukan karena ada adegan apa-apa tapi memang cerita “Bumi Manusia” cukup berat dan membutuhkan pikiran-pikiran dewasa. Kalau bingung mengutip kata Minke “seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”. Film ini “recomended” apalagi bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia.
- KETIKA NOVEL “BUMI MANUSIA” DIFILMKAN - 17/08/2019